“MENGGAPAI
AWAN”
Zulfikri Malik
Rembulan
berhias cahaya dimalam yang semakin sunyi. Kerlipan bintang silih berganti
mempesona langit. Hembusan halus menyapa, semilir angin menyentuh. Pepohonan
gemerisik ditengah daun yang mulai menggugur. Cahaya lampu jalan semakin meredup.
Tak ada suara yang terdengar hanya deruan beberapa kendaraan yang kadang
berlalu lalang di bawah pijaran lampu yang semakin lama semakin meredup.
Pekatnya malam dan dinginnya udara yang menusuk tak mempengaruhi kuatnya
keinginan wanita yang telah lanjut usia itu untuk bersimpuh pada Rabbnya.
Tetesan bening mengalir deras diwajah cantiknya yang telah dimakan waktu.
Ribuan doa terucap dari bibirnya yang selalu ia gunakan untuk berdzikir.
Melupakan sejenak aktivitas duniawinya untuk berserah pada sang khalik. Segala
derita yang menghimpit hati ia tumpahkan kepada dzat pencipta langit dan bumi.
Tak terasa suara isak tangis mulai membahana di tengah sunyinya malam. Membuat
hati terasa tersayat mendengarnya.
Hingga tak terasa fajar menyongsong dan suara adzan subuh mulai menggema
dipermukaan bumi.
”Allahu akbar…..Allahu akbar…..”
”Fahmi sayang…bangun nak…!! ayo sholat subuh…. kamu belum sholat subuhkan nak??” kata aminah sembari membangunkan anaknya. ”aaaahh apaan sih…..ibu ini ganggu tidur aku saja!!! kenapa tiap subuh ibu harus selalu membangunkanku??” bentakan keras keluar dari bibir Fahmi. ”Sayang…..bukan maksud ibu mengganggu tidurmu nak hanya sa……..” belum sempat menyelesaikan kalimatnya Fahmi kembali menyela. ”aaaaaaaaaahh sudahlah bu..!! Ibu gak usah menceramahi aku subuh-subuh buta begini..Fahmi udah begitu terganggu dengan suara ibu yang sangat berisik ini, Fahmi harap ibu jangan menambah kebisingan di telingaku dengan nasehat-nasehat ibu yang tidak penting itu Fahmi capek dengernya.” ”astaghfirullahal adzim Fahmi..!!! kenapa kamu bicara begitu nak??” ”udah ah bu..Fahmi mau tidur lagi!!!” sambil menarik sarung Fahmi menutupi seluruh tubuhnya dan memaksakan kedua matanya ikut tertutup. Ia tidak pernah merasakan betapa luka yang ia torehkan.
Kring… bel pulang berbunyi
Wajah Fahmi berubah menjadi merah padam ketika mendengar perkataan Zul tadi. Fahmi merasa iri dan merasa gugup. Fahmi bingung harus menjawab apa, sedangkan dia sedang kehabisan kata-kata.
Zul melirik Fahmi dengan sinis dan menampilkan senyuman kecut. Fahmi semakin gugup. Dan akhirnya, Fahmi terpaksa berbohong kepada Zul.
Fahmi pun lansung kabur meninggalkan segera zul karena merasa malu atas perlakuan dari Zul.
”Fahmi sayang…bangun nak…!! ayo sholat subuh…. kamu belum sholat subuhkan nak??” kata aminah sembari membangunkan anaknya. ”aaaahh apaan sih…..ibu ini ganggu tidur aku saja!!! kenapa tiap subuh ibu harus selalu membangunkanku??” bentakan keras keluar dari bibir Fahmi. ”Sayang…..bukan maksud ibu mengganggu tidurmu nak hanya sa……..” belum sempat menyelesaikan kalimatnya Fahmi kembali menyela. ”aaaaaaaaaahh sudahlah bu..!! Ibu gak usah menceramahi aku subuh-subuh buta begini..Fahmi udah begitu terganggu dengan suara ibu yang sangat berisik ini, Fahmi harap ibu jangan menambah kebisingan di telingaku dengan nasehat-nasehat ibu yang tidak penting itu Fahmi capek dengernya.” ”astaghfirullahal adzim Fahmi..!!! kenapa kamu bicara begitu nak??” ”udah ah bu..Fahmi mau tidur lagi!!!” sambil menarik sarung Fahmi menutupi seluruh tubuhnya dan memaksakan kedua matanya ikut tertutup. Ia tidak pernah merasakan betapa luka yang ia torehkan.
Kring… bel pulang berbunyi
Wajah Fahmi berubah menjadi merah padam ketika mendengar perkataan Zul tadi. Fahmi merasa iri dan merasa gugup. Fahmi bingung harus menjawab apa, sedangkan dia sedang kehabisan kata-kata.
Zul melirik Fahmi dengan sinis dan menampilkan senyuman kecut. Fahmi semakin gugup. Dan akhirnya, Fahmi terpaksa berbohong kepada Zul.
Fahmi pun lansung kabur meninggalkan segera zul karena merasa malu atas perlakuan dari Zul.
Pukul
06.00 Fahmi pun terbangun dari tidurnya dan bersiap siap untuk berangkat
kesekolah. Pada saat ingin sarapan pagi, Fahmi mengangkat tudung nasi. Fahmi
terkejut karena tidak satupun menu makanan yang tersaji di atas meja makan.
Fahmi pun marah dan merontah kelaparan, diapun memanggil ibunya.
“Ibuuu..ibuu..kesiniki
dulu!!” memanggil dengan suara keras.
“Ada apa nak,
kenapa kamu memanggil ibu seperti ini?”
“Lihat, kenapa
tidak ada satupun makanan yang tersaji, Fahmi sudah lapar!!” sambil menunjuk
meja makan.
“Ooh, maaf nak
ibu lagi sibuk jadi ibu tidak sempat membuat sarapan pagi, yaudah ibu beri uang
saja untuk jajan” jawab Ibu.
“Ya sudah sini
uangnya” sambil mengambil uang dari tangan ibunya.
Setelah memaki maki ibunya, diapun
berangkat kesekolah. Dia kesekolah dengan diantar oleh ayahnya. Setiap hari
Fahmi diantar ayahnya kesekolah karena
kebetulan kantor ayahnya searah dengan sekolah dari Fahmi. Sesampainya di
sekolah, berselang 10 menit bel sekolah pun berbunyi itu pertanda jam pertama
pelajaran di sekolah sudah dimulai. Pada jam pertama, fahmi belajar pelajaran
Pendidikan Agama Islam. Kebetulan yang diajarkan oleh bu guru adalah materi
tentang bahaya mengdurhakai orang tua. Materi ini tentu membuat tidak nyaman
bagi Fahmi karena segala contoh mendurhakai orang tua selalu dikerjakan oleh
fahmi, contohnya saja dia selalu membentak kedua orangtunya. Dia pun menyesali
perbuatannya dan akan melakakukan muhasabah diri atas kelakuannnya. Tak lama
kemudian jam pelajaranpun telah selesai.
Bel tanda pulang
berbunyi. Semua anak berhamburan keluar kelas. Sepulang
dari sekolah, Fahmi bertemu dengan Zul. Zul adalah anak dari latar belakang
keluarga yang bisa dikatakan kaya, sementara Fahmi adalah anak dari latar
belakang keluarga yang cukup sederhana. Tapi ada satu hal yang unik Zul dan
Fahmi adalah seorang sahabat. Sambil berjalan pulang Zul memamerkan handphone
barunya kepada Fahmi.
“Nih! Gue punya handphone keluaran
terbaru! Lo punya enggak? Pastilah gak punya! Lo kan orang miskin yang mengaku
jadi sok kaya! Iya kan!” Seru Zul sembari mengeluarkan handphone
miliknya.
“Eng.. Aku
punya! Besok akan aku bawa!” Ujarnya berbohong.
Sesampainya
di rumah, Fahmi pun mengadukan hal itu kepada orangtuanya agar dia dibelikan handphone
yang dimiliki oleh Zul. Namun orangtuanya menolak karena ibunya sudah tidak memiliki uang. Fahmi
kecewa dengan orantuanya. Karena sangat marah, Fahmi segera meninggalkan rumah
tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia
sama sekali tidak membawa uang.
Ditengah
perjalanan, Fahmi merasa kelaparan dan sangat ingin makan yang enak. Kebetulan
diseberang jalan ada kedai yang menjual bakmi yang enak. Fahmipun menghampiri
kedai itu. Hanya berjalan 5 langkah, Fahmi menghentikan langkahnya. Dia baru
ingat kalau dia tidak membawa uang sepeser apapun. Fahmi pun hanya duduk di
depan kedai bakmi melihat orang orang silih berganti keluar dari kedai
tersebut. Tak lama kemudian, pemilik kedai tersebut melihat Fahmi yang sudah
lesuh.
“Nak, kamu
sedang apa?”
“aku sangat lapar,
aku ingin makan bakmi tetapi aku tidak memiliki uang sepeserpun”. sambil
memegang perutnya yang sudah keroncongan.
“ooh, yaudah
sini masuk sama ibu, ibu buatkan kamu bakmi yang enak. Kamu tidak perlu
bayar!!”. Sambil merangkul Fahmi masuk kedalam kedainya.
Sambil makan ia
memikirkan orangtuanya dirumah.
“Mengapa aku
tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru
kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang memasak untukku
selama bertahun-tahun, Ayahku yang telah menafkahi keluarganya. Aku bahkan
tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele,
karena aku ingin meminta dibelikan handphone aku bertengkar dengan bapak
sama ibu.
Fahmi
segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke
rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan
kepada orangtuanya. Begitu sampai di depan pintu rumah, ia melihat ibunya
dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Fahmi, kalimat pertama yang
keluar dari mulutnya adalah “Fahmi kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah
menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan
menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang”.
Pada
saat itu Fahmi tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya.
Fahmi pun berpikir bahwa dia tidak akan durhaka lagi kepada kedua orangtunya. Walaupun orang tuanya lelah, mereka tidak pernah membawa kelelelahannya di
depannya. Ketika Fahmi sakit, ayah dan ibunya akan merelakan waktu tidur mereka
yang cuma dua jam setiap malam itu untuk menjaga nya. Sementara jika mereka
sakit, mereka hanya membaginya diantara mereka berdua tanpa membebaninya dengan
keluhan mereka. Dan dengan perbuatannya yang sangat sedikit itu, dia membuat
orang tuanya merasa berdosa kepadanya? Tidak, Fahmilah yang berdosa terhadap
mereka.
Kalau
ditanya siapa sih yang layak jadi pahlawan? Dia akan menjawab kedua orang
tuanya. Kenapa jawabannya kedua orang tua. Karena dia yang paling berjasa dalam
hidupnya. Sejak dalam kandungan ibu memberikan makanan yang sehat dan baik
sehingga saya dapat lahir dengan selamat. Ayahnya yang menafkahi ibu dengan
baik sehingga makanan yang dikonsumsi oleh ibu saya adalah makanan yang bergizi
yang bermanfaat bagi saya. Walaupun mereka bukanlah seorang pahlawan yang
terkenal, setidaknya mereka adalah pahlawan bagi keluarganya.
Jika Fahmi menunaikan
ibadah sholat, pinta Fahmi yang pertama yang selalu dia ucapkan kepada sang
pencipta adalah “…Jangan ambil kedua orang tua saya sebelum dia berhasil
menjadi orang yang berguna, bisa membahagiakan kedua orang tua dan berikan kami
kesempatan untuk membalas budi baik dari orang tua saya” layaknya semua
kenikmatan hidup sudah lengkap jika hal tersbut terjadi. AMIN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar